Subscribe Us

Responsive Advertisement

Pages

Rabu, 22 Februari 2023

DIKSI DAN SENI BAHASA

Hari/Tanggal       :    Jumat, 17 Februari 2023

Waktu                   :    Pukul 19.00-21.00 WIB

Tema                     :    DIKSI dan SENI BAHASA

Narasumber         :    Maydearly

Moderator            :    Widya Arema



Bismillah walhamdulillah, pertemuan malam ini terasa sangat spesial karena bertepatan dengan tanggal 26 Rajab 1444 H, artinya malamnya Isra mi’raj, tanggal 27 Rajab, di dalam kalender Islam peristiwa ini menjadi sebuah momentum bersejarah dan sangat berarti bagi Umat Islam, yakni peristiwa Isra Mi’raj nya Nabi Muhammad SAW. Sebuah peristiwa yang merupakan salah mu’jizat Allah yang diberikan kepada Nabi-Nya sebagai bentuk hiburan bagi Rasul, disamping penyampaian Risalah-Nya setelah apa yang dialami Rasulullah dengan ditinggal oleh Istri tercinta dan Paman yang sangat melindunginya.

Pertemuan malam ini akan dipandu oleh Bu Widya, yang akan memandu materi dengan membagi menjadi 4 sesion, pembukaan, paparan materi, tanya jawab dan penutup.

Sebelum masuk materi, Narasumber memulai dengan menyapa dengan untaian kalimat untuk sahabatku tersayang. Sahabat adalah kata sederhana yang acap kali merapal makna dalam jiwa. Pada sahabat kerap kita terbangkan kepingan kisah yang tersusun rapi. Sahabat adalah ia yang paling mengerti hati kita dalam lara nan pekat, meski kerap kita tancapkan luka, sang sahabat akan membalas dengan seribu pelukan. Terkadang dalam hidup ada robekan paling tidak sopan yang menenggelamkan kita dalam tangisan, namun seorang sahabat membawa kita tertatih berjalan dan mengambil sisa tawa untuk masa depan. Menguatkan lewat doa dan menggenggam dengan Bismillah.

Untaian kalimat di atas yang disampaikan narasumber memiliki banyak diksi dan seni Bahasa yang sangat indah, menjadi gambaran awal tentang materi yang akan dibahas malam ini oleh Narasumber hebat bernama Maydearly, sebuah nama tanpa titik koma, yang menyadur makna diantara serpihan kata yang melahirkan karya. Hanya lewat sebuah karya dia pernah berbicara, merupa, menulis, bercerita, dan berdoa sebagai rupa sejarah untuk masa tua.

Diksi – akar katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi diction. Kata kerja ini berarti: pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif, sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya.

Dalam sejarah bahasa, Aristoteles – filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam Poetics– salah satu karyanya. Seseorang akan mampu menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi puitis. Gagasan Aristoteles dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya.

William Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilas zaman.

Mengapa Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa? Sebab banyak keindahan  atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir. Diksi bak pijar bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona dan tak membosankan.

Lantas, apakah akan begitu sulit kita dalam berdiksi? Terkadang banyak penulis yang merasa takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum diterjemahkan dalam bahasa.

Apakah mungkin saya bisa menulis sebuah bahasa yang indah? Saya merasa takut tulisan saya terdengar garing ketika dibaca. Akan sering muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu pada awal kita menulis. Mindset kita yang sedikit dirubah tentang menulis, menulis itu sederhana sesederhana mengadukan gula dalam gelas kopi. Akan lebih mudah saat menulis dari apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan dan apa yang kita dengarkan.

Lantas jurus apa yang harus kita pakai agar kita mampu menulis dengan segala keindahan? Caranya libatkan 5 macam panca indera kita.

1.  Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.

Contoh: Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi

2.    Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.

Contoh: Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan

3.   Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.

Contoh: Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam Hp tangan  kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.

4.    Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya.  Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.

Contoh : Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan

5.    Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar.

Contoh : Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu

Sering kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita. Mengapa kita selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana? Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun. Misalkan, “Di atas kursi ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim”. Setiap apapun yang kita lihat, sesekali kita rasakan, kita raba, bahkan kita ampu kan sebagai sebuah senyawa yang mampu bersuara.

Untuk melihat respon peserta, Narasumber memberikan tantangan kepada peserta untuk menuliskan sesuatu yang terlihat di hadapan dengan melibatkan kelima panca indera. Dan ternyata respon dari peserta luar biasa, banyak yang mengirimkan kalimat penuh diksi. Diantaranya:

-     Sahabat dalam suka, namun kadang merobek jiwa. Tetap saja sahabat yang menanti dekapan erat saat tinta dunia menggores tak terperikan. Sahabat relung hati terhampar luas saat aku membutuhkan pundaknya. Tetaplah bercahaya dalam kegelapan. Wajahmu terkadang siap menerkam, tapi sayangmu menghujam tajam.

-    Tampak wajah-wajah lugu tanpa dosa di lorong asrama dengan lampu redup redam membawa kitab kuning di pergelangan tangan.

-   Malam ini memancarkan cahaya harapan. Sekian lama kelam tanpa aroma kasturi. Bau kemenyan dan dupa berangsur menghilang. Sirna terhapus oleh hadirmu

-    Gelas kopiku kini hanyalah sebentuk ruang hampa tanpa rasa semenjak kau tinggalkanaku sendiri dalam kefanaan.

-    Takut kehabisan semenit waktu yng tersisa. Ku bergegas menekan tombol demi tombol yang kdang kala harus selingkuh dalam memilih kata. Tak peduli dengan detak jantung yang berirama kencang bak kuda pacuan di gelanggang yang berebut mengejar garis finish... Tolong...  Tunggu aku sedetik lagi

Selanjutnya materi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Banyak pengetahuan-pengetahuan baru yang dihasilkan dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan yang diajukan peserta, sehingga menambah pengetahuan tentang diksi dan seni Bahasa yang bisa kita gunakan. Diantaranya salah satu cara untuk membuat diksi yang indah, yakni mencoba menulis dengan melibatkan kelima panca indera. Tips bagaimana cara mengembangkan Diksi adalah dengan memperbanyak muara baca. Semakin banyak bahasa yang kita sentuh, semakin kaya padanan kata/diksi yang bisa kita jumpai.

Diksi dijabarkan sebagai kekayaan bahasa, memaknai kata sebagai bentuk keindahan. Layaknya secangkir Teh, ada hangat yang perlu diresapi karena bahasa adalah jembatan dimana kita bisa mengerti dan saling memahami.

Diksi adalah bagian dari Seni Bahasa, karena seni Bahasa itu meliputi menulis, dan berbicara. Diksi tak melulu sebuah kiasan, karena ia adalah sebuah padanan kata.

Pertemuan malam ini ditutup oleh narasumber dengan sebuah doa yang penuh diksi, semoga pertemuan ini adalah awal tegukan yang manis, mengawali cerita di layar kaca, menyusun kepingan kata, dan diseduh dengan rasa bahagia untuk terus belajar berprosa. Karena bahasa adalah jembatan antara hujan dan kemarau yang ketika dibubuhi embun ia menjadi pelangi, indah nan elegan.

Terimakasih Narasumber, terimakasih moderator, kolaborasi ini melahirkan banyak ilmu, semoga kita bisa mengamalkan ilmu ini dan menjadi amal jariah buat semuanya. Aamiin



0 Comments:

Posting Komentar